saluran whatsapp aulaku

Kemuliaan dan Keutamaan Malam Lailatul Qadar 1442 H/ 2021 M

Kemuliaan & Keutamaan Malam Lailatul Qadar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW Surat Al-Qadar adalah surat ke-97 dalam al-Qur’an yang membahas langsung malam mulia ini. Surat ini ditempatkan sesudah surat Iqra’. Para ahli tafsir menyatakan bahwa surat Al-Qadar turun jauh sesudah turunnya surat Iqra’. Bahkan sebagian di antara mereka menyatakan bahwa surat Al-Qadar turun setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah.. Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailatul Qadar, suatu malam yang oleh Al-Quran “lebih baik dari seribu bulan.”
AULAKU.COM-Kemuliaan & Keutamaan Malam Lailatul Qadar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW
Surat Al-Qadar adalah surat ke-97 dalam al-Qur’an yang membahas langsung malam mulia ini. Surat ini ditempatkan sesudah surat Iqra’. Para ahli tafsir menyatakan bahwa surat Al-Qadar turun jauh sesudah turunnya surat Iqra’. Bahkan sebagian di antara mereka menyatakan bahwa surat Al-Qadar turun setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah..

Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailatul Qadar, suatu malam yang oleh Al-Quran “lebih baik dari seribu bulan.
Bagaimana malam lailatul qadar itu? Apakah ia terjadi sekali saja yakni malam ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu, atau terjadi setiap bulan Ramadhan sepanjang masa? 
Bagaimana kedatangan malam lailatul qadar?, apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya, dan benarkah ada tanda dan ciri fisik material yang menyertai kehadirannya (seperti membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan dan sebagainya)? 
Itulah beberapa pertanyaan seputar malam yg mulia ini, Bahkan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam Al-Qadar itu.

"Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penah hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami" (QS Al-Dukhan [44]: 3-5).
Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena kitab suci menginformasikan bahwa ia diturunkan Allah pada bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2]: 185) serta pada malam Al-Qadar (QS Al-Qadr [97]: l).
Malam tersebut adalah malam mulia. Tidak mudah diketahui betapa besar kemuliannnya. Hal ini disyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu: "Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?" (QS Al-Qadr [97]: 2)
Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran, sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang berkait dengan hari kemudian, seperti: Ma adraka ma yaum al-fashl, dan sebagainya.
Kesemuanya merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Tiga kali ma adraka sisa dari angka tiga belas itu adalah:
  1. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (QS Al-Thariq [86]: 2)
  2. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (QS Al-Balad [90]: 12)
  3. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)
Pemakaian kata-kata ma adraka dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal-hal yang sangat hebat, dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. 

Kembali kepada pertanyaan semula, apa malam kemuliaan itu? Apa arti malam Qadar, dan mengapa malam itu dinamai demikian?

3 Makna kata Al-Qadar dalam Al-Qur’an

1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailatul Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Allah dalam surat Ad-Dukhan ayat 3 yang disebut di atas. (Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun).
2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran, serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam surat Al-An’am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat.
3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyakuya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh ((Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit digunakan Al-Quran antara 1ain dalam surat A1-Ra’d (13): 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).
Ketiga arti tersebut pada hakikatnya dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan.
Sebelum kita melanjutkan bahasan tentang Lailatul Qadar, maka terlebih dahulu akan dijawab pertanyaan tentang kehadirannya adakah setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu?
Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Lailatul Qadar. Akan tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw., maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran.
  • Ibnu Hajar menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda bahwa malam qadar sudah tidak akan datang lagi.

  • Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama, karena mereka berpegang kepada teks ayat Al-Quran, serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Bahkan Rasululllah Saw. Menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu, secara khusus pada malam-malam ganjil setelah berlalu dua puluh Ramadhan.

Memang turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Lailatul Qadar, tetapi itu bukan berarti bahwa ketika itu saja malam mulia itu hadir. Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
bila Lailatul Qadar hadir, Apakah ia akan menemui setiap orang yang terjaga (tidak tidur) pada malam kehadirannya itu?
Tidak sedikit umat Islam yang menduganya demikian. Namun dugaan membuat orang keliru, karena hal itu dapat berarti bahwa yang memperoleh keistimewaan adalah yang terjaga baik untuk menyambutnya maupun tidak.
Di sisi lain berarti bahwa kehadirannya ditandai oleh hal-hal yang bersifat fisik-material, sedangkan riwayat-riwayat demikian, tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Seandainya, sekali lagi seandainya, ada ciri fisik material, maka itu pun takkan ditemui oleh orang-orang yang tidak mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa guna menyambutnya.
Air dan minyak tidak mungkin akan menyatu dan bertemu. Kebaikan dan kemuliaan yang dihadirkan oleh Lailatul Qadar tidak mungkin akan diraih kecuali oleh orang-orang tertentu saja. Tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di sana mendambakannya.
Bukankah ada orang yang sangat rindu atas kedatangan kekasih, namun ternyata sang kekasih tidak sudi mampir menemuinya? Demikian juga dengan Lailatul Qadar. Itu sebabnya bulan Ramadhan menjadi bulan kehadirannya, karena bulan ini adalah bulan penyucian jiwa, dan itu pula sebabnya sehingga ia diduga oleh Rasul datang pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.
Karena, ketika itu, diharapkan jiwa manusia yang berpuasa selama dua puluh hari sebelumnya telah mencapai satu tingkat kesadaran dan kesucian yang memungkinkan malam mulia itu berkenan mampir menemuinya, dan itu pula sebabnya Rasul Saw. menganjurkan sekaligus mempraktekkan i’tikaf (berdiam diri dan merenung di masjid) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan Lailat Al-Qadar datang menemui seseorang, ketika itu, malam kehadirannya menjadi saat qadar dalam arti, saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah saat titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Sejak saat itu, malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru kelak di hari kemudian.

Lailatul Qadar Hanya Turun Di Bulan Ramadhan

Di atas telah di kemukakan bahwa Nabi Saw. menganjurkan sambil mengamalkan i’tikaf di masjid dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid adalah tempat suci. Segala aktivitas kebajikan bermula di masjid.
Di masjid pula seseorang diharapkan merenung tentang diri dan masyarakatnya, serta dapat menghindar dari hiruk pikuk yang menyesakkan jiwa dan pikiran guna memperoleh tambahan pengetahuan dan pengkayaan iman.
Malam Qadar yang ditemui atau yang menemui Nabi pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang diri beliau dan masyarakat. Saat jiwa beliau telah mencapai kesuciannya, turunlah Ar-Ruh (Jibril) membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Karena itu pula beliau mengajarkan kepada umatnya, dalam rangka menyambut kehadiran Lailatul Qadar itu, antara 1ain adalah melakukan i’tikaf.
Walaupun i’tikaf dapat dilakukan kapan saja, dan dalam waktu berapa lama saja –bahkan dalam pandangan Imam Syafi’i, walau sesaat selama dibarengi oleh niat yang suci– namun Nabi Saw. selalu melakukannya pada sepuluh hari dan malam terakhir bulan puasa. Di sanalah beliau bertadarus dan merenung sambil berdoa.
Salah satu doa yang paling sering beliau baca dan hayati maknanya adalah:  
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan peliharalah kami dan siksa neraka (QS Al-Baqarah [2]: 201).
Doa ini bukan sekadar berarti permohonan untuk memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, tetapi ia lebih-lebih lagi bertujuan untuk memantapkan langkah dalam berupaya meraih kebajikan dimaksud, karena doa mengandung arti permohonan yang disertai usaha.
Permohonan itu juga berarti upaya untuk menjadikan kebajikan dan kebahagiaan yang diperoleh dalam kehidupan dunia ini, tidak hanya terbatas dampaknya di dunia, tetapi berlanjut hingga hari kemudian kelak.
Adapun menyangkut ciri alamiah malam lailatul qadar, maka Al-Quran tidak menyinggungnya. Ada beberapa hadis mengingatkan hal tersebut, tetapi hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh Bukhari, pakar hadis yang dikenal melakukan penyaringan yang cukup ketat terhadap hadis Nabi Saw.
  • Muslim, Abu Daud, dan Al-Tirmidzi antara lain meriwayatkan melalui sahabat Nabi Ubay bin Ka’ab, sebagai berikut, Tanda kehadiran Lailat Al-Qadr adalah matahari pada pagi harinya (terlihat) putih tanpa sinar.
  • Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tenang, tidak dingin dan tidak pula panas …
Hadis ini dapat diperselisihkan kesahihannya, dan karena itu kita dapat berkata bahwa tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailat Al-Qadar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan. Semoga malam mulia itu berkenan mampir menemui kita.
Saya adalah orang yang sangat suka dengan hal hal yang baru Suka travelling dan tempat tempat bersejarah. Instagram : nuzulrhmn_ Jangan Lupa Difollow